DILEMA PINUS SEBAGAI FAKTOR YANG MENGURANGI KANDUNGAN AIR TANAH

Posted: Sabtu, 30 April 2011 by OMAH RIMBAWAN in
5

      Sekilas asal mula saya mengangkat topik ini kedalam blog saya dimulai dari niat dari teman-teman KMMH (Keluarga Mahasiswa Manajemen Hutan) fakultas kehutanan ugm yang akan melakukan penanaman kembali di daerah Deles Klaten pasca erupsi merapi,, 
      Sebelum memastikan jenis species apa yang akan kami tanam, terlebih dahulu kami melakukan semacam rapat kecil dengan pengurus desa. Rapat kami laksanakan di pagi hari ditemani kopi dan pisang goreng (hahaha Gratis). Setelah sekian menit rapat berlangsung saya dikagetkan dengan salah satu masukan dari perangkat desa,  bedini katanya, "Dik kami sangat bertrimakasi atas niat baik adik-adik yang ingin melakukan reboisasi di daerah kami, tetapi utuk jenis tanaman yang akan ditanam kami sangat menolak utuk di tanami pinus, karena dapat mengurangi air tanah di desa kami." wow spektauler sekali pendapat dari salah satu bapak tersebut, karena menurut pengamatan kami di lapangan di daerah tersebut, sebelum erupsi merapi desa tersebut sudah ditumbuhi oleh pinus-pinus yang besar-besar. Tanpa pikir panjang saya bertanya kepada bapak tersebut. Terus, jenis tanaman apa yang bapak-bapak inginkan ?? dan bapakpun menjawab, Dik, gimana kalau kami di beri tanaman jabon saja?? oke dan kamipun menyanggupinya.

Yup demikian sekilas mengapa muncul pertanyaan dibenak saya APAKAH BENAR PINUS DAPAT MENGURANGI KANDUNGAN AIR DALAM TANAH DAN DAPAT MENYEBABKAN KEKERINGAN ?? Pertanyaan yang sangat saya sulit utuk jawab, menurut komentar dosen dan alumni bahwa pernyataan tersebut tidaklah tepat. oke saya menjadi nambah bingung?><:!@#$%$#@! malah menimbulkan pertanyaan baru, APAKAH JABON MEMILIKI NILAI EKONOMI YANG CUKUP TINGGI ? SEHINGGA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN LEBIH CENDERUNG MEMILIH JABON ??

Disini saya akan berusaha menjawab kebingungan saya..

Tanaman Pinus merkusii.
Penanaman Pinus khususnya di Pulau Jawa dimulai pada tahun 70 an dan pada mulanya ditujukan untuk mereboisasi tanah kosong disamping sebagai persiapan memenuhi pasokan kebutuhan bahan baku kayu untuk industri kertas. Dalam perkembangannya kemudian timbul upaya untuk mendapatkan hasil antara yaitu getahnya yang diolah menjadi gondorukem dan terpentin sebagai bahan baku industri cat, kimia, kosmetik dll. yang sebagian besar untuk kepentingan ekspor. Dewasa ini getah pinus dapat diolah di Pabrik Gondorukem dan Terpentin(PGT) milik Perum Perhutani maupun perusahaan swasta lainnya.
Tujuan semula untuk mendapatkan bahan baku untuk kertas menjadi semakin jauh karena ternyata pada akhirnya pemanfaatan kayu Pinus untuk perkakas semakin diminati masyarakat terutama untuk pembuatan box, furniture, korekapi, hiasan dinding dan peralatan rumah tangga.Hal ini dimungkinkan karena ternyata kayu pinus mempunyai penampilan yang menarik.Tekstur dan Struktur kayu pinus.Tanaman Pinus di Pulau Jawa didominasi oleh jenisPinus merkusii Jungh et de Vriese.Menurut Agus Hermansyah (1980) sistimatika tanaman Pinus merkusii dapat diuraikan sebagaiberikut 

Divisi :Spermatophyta
Sub Divisi : Gymnospermae
Class :Coniferae.
Ordo :Pinales.
Familia :Pinaceae.
Genus :Pinus
Species :Pinus merkusii Jung et de Vriese.
Pada umumnya pohon pinus dapat mempunyai ukuran raksasa dengan tinggi 30 – 40 M atau lebih. , Panjang batang bebas cabang 2 – 23 meter, diameter dapat dicapai sampai 100cm, dan tidak berbanir.Kulit luar kasar, berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas, beralur lebar dan dalamTajuk berbentuk kerucut serta daunnya merupakan daun jarum. Daun jarum mulai gugur setelah berumur kira-kira satu setengah tahun dan selanjutnya pengguguran ini berlangsung terus, tetapi karena musin gugur  tidak nyata, pohon pinus tidak pernah gundul. Pinus merkusii adalah satu-satunya jenis famili Pinaceae yang tumbuh secara alami di Indonesia. Daerah penyebarannya meliputi Burma, Laos, Thailand, Kamboja,Vietnam, Philippina dan Indonesia (Soekotjo, 1975).Persyaratan tumbuhnya relatif mudah, dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir dan tanah berbatu,tetapi tidak dapat tumbuh pada tanah yang becek. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering dengan tipe hujanA sampai C, pada ketinggian 200 – 1700 m dpl., kadang-kadang tumbuh di bawah ketinggian 200 m dpl dan mendekati daerah pantai.

SIKLUS AIR
Siklus air atau siklus hidrologi adalah pergerakan air dari atmosfir ke bumi sampai kembali lagi ke atmosfir, sedangkan hidrologi hutan menaruh perhatian pada pergerakan air melalui landskap berhutan. Keseimbangan air dalam tegakan hutan tergantung pada presipitasi (curah hujan), intersepsi, limpasan permukaan, dan evaporasi. Selain curah hujan, semua proses lainnya sangat dipengaruhi oleh kondisi tegakan (populasipohon) meliputi kerapatan, struktur tegakan, dan arsitektur kanopi (Landsberg dan Gower, 1997).  Maka tampaklah bahwa hutan merupakan bagian dari proses siklusair. Perlu disadari pula bahwa vegetasi hutan bersifat dinamisyang berarti akan berubah dari musim ke musim. Sebaga ibagian dari proses yang bersifat dinamis, maka hutan tanaman pinus akan mempunyai peran terhadap pengendalian daur air. Peran Hutan tanaman Pinus pada proses siklus air tergantungp ada beberapa parameter
Watak tanaman pinus akan mempengaruhi jalannya air dari hujan ke permukaan tanaman sampai ke dalam tanah sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada siklus air secara keseluruhan. Pengaruh hutan tanaman pinus secara umum dapat dipilah-pilah berdasarkan beberapa parameter hidrologi,antara lain:
·         Penyerapan oleh tajuk pohon (intersepsi), air tembus dari tajuk (through flow) dan   aliran air lewat batang tanaman (stemflow).
·         Perubahan lengas tanah dan penambahan air tanah
·         Perubahan sifat fisik tanah
·         Perubahan watak aliran sungai

 Penanaman
Penanaman tanaman pinus yang dilakukan di areal hutan pada umumnya  dilaksanakan dengan dua pendekatan yaitu secara tumpang sari dengan tanaman pangan dan dengan banjar harian. Sementara ini penanaman tanaman pinus dilahan milik untuk hutan rakyat sangat sedikit dilakukan. Tentang penentuan tempat dimana tanaman pinus dapat dilaksanakan tanpa menimbulkan masalah kekeringan dapat dilakukan dengan analisis neraca air Pada prinsipnya tanaman pinus dapat ditanam padalokasi dengan curah hujan > 2000 mm/tahun. Apabila diinginkan penanaman pinus pada areal dengan curah hujan1500-2000 mm/tahun diperlukan pencampuran dengan tanaman lain yang bersifat menggugurkan daun. Pencampuran tanaman pinus dengan tanaman lain ini tidak berarti meniadakan pola penanaman dengan kombinasi tanaman sela,tanaman pengisi, tanaman tepi dan tanaman pagar Pola tanam itu tetap dilaksanakan tetapi tanaman pokoknya dikurangi dan ditambah tanaman pokok jenis lain. Sementara itu teknik silvikultur dengan penjarangan sesuai dengan frekwensi juga direkomendasikan sampai dengan akhir daur.Pada lokasi dengan curah hujan < 1500 mm/tahun disarankan untuk tidak ditanamai dengan tanaman pinus. Penanaman kembali hutan pinus tahun berikutnya setelah penebangan merupakan bagian dari system peremajaan hutan pinus. Mengacu pada sistem penanaman tanaman pinus diareal hutan, maka telah dilakukan beberapa penelitian besarnya erosi di areal penanaman pinus dengan tumpang sari dandengan banjar harian. Pengaruh penanaman hutan pinus

Pemeliharaan.
 Telah terbukti bahawa tanaman pinus memang mengkonsumsi air yang banyak untuk keperluan evapotranspirasi dan akibat intersepsi tajuknya.Dalam kontekshutan pinus kehilangan air ini masih ditambah lagi dengan besarnya limpasan permukaan. Dengan demikian maka pada tahap pemeliharaan hutan pinus perlu dilakukan upaya mengurangi kehilangan air karena evapotranspirasi dan intersepsi. Upaya lain yang dapat dipikirkan untuk konservasiair pada hutan pinus adalah memperkecil laju limpasan permukaan dan memungkinkan air masuk ke dalam profil tanah.

Penebangan
Penebangan pohon pinus merupakan salah satu bagiandari proses produksi yang dilakukan di hutan pinus. Pada saat itu kawasan hutan pinus yang pada umumnya terletak didataran tinggi dengan kelerengan yang terjal akan merupakan daerah yang rawan terhadap degradasi. Mengingat bahwa pinus selain digunakan untuk produksi kayu juga dimanfaatkan sebagai pelindung tanah maka penebangan hutan pinus disamping memberikan produksi kayu juga menimbulkan dampak yang berupa degradasi lahan melalui proses erosi tanah.
Keluhan tentang degradasi lahan di areal hutan pinus akhir-akhir ini muncul bersamaan dengan adanya penebangan hutan pinus di beberapa daerah yang menimbulkan erosi tanah. Penebangan hutan pinus memang berarti penghilangan penutupan lahan oleh tajuk tanaman sehingga dapat meningkatkan resiko erosi tanah. Penanaman kembali akan memperkecil resiko tersebut, tetapi tetap dibutuhkan waktu sampai tanaman berfungsi penuh untuk melindungi lahan daripukulan air hujan. Di lain pihak juga diperlukan alternatif pola penebangan agar resiko degradasi lahan diperkecil tanpa mengurangi tujuan penebangan.
Dengan informasi yang lengkap diharapkan dapat memberikan pertimbangan yang utuh tentang kebijakan selanjutnya yang berkaitan dengan pengelolaan hutan pinus dan kebijakan publik dalam menyikapi keberadaan hutan pinus. Informasi yang lengkap tanpa ditindak lanjuti dengan kebijakan yang jelas hanya akan menghasilkan suatu buku yang tak pernah bisa dirasakan manfaatnya.Kebijakan yang jelas tanpa implementasi lapangan yang konsistenjuga akan memberikan gambaran kesenjangan antara konsep dan kenyataan.Oleh karena itu diharapkan adanya konsistensi antara kebijakan yang didasaripada hasil litbang dan implementasi yang konsisten terhadap kebijakan yang telah digariskan.Dengan alur mulai dari hasil litbang-kebijakan-implementasiyang konsisten, diharapkan dapat mendapatkan bentuk pengelolaan hutantanaman pinus yang dapat menguntungkan secara ekonomis dan dapat berfungsi ekologis.

Menurut saya tanaman pinus tidak akan berpengaruh terhadap kekeringan lahan dengan catatan di tanam dan di perlakukan dengan sesuai, selain itu banyak faktor yang dapat mengurangi ketersediaan air dalam tanah seperti pemanasan global. kemiringan lahan, penutupan permukaan tanah dll