DEFINISI DAN JENIS_JENIS HUTAN DI INDONESIA

Posted: Rabu, 04 Mei 2011 by OMAH RIMBAWAN in
0

            Ternyata saya lupa dengan hal yang paling penting dan mendasar tentang hutan, yupp sebuah definisi tentang hutan saya lupakan, hahaha bagaimanapun sebuah definisi akan mendasari semuanya yang akan kita kaji dan bahas kedepannya,,  Oke pada kesempatan kali ini saya akan membahas definisi atau pengertian tentang hutan,,, semoga aja bener  hahahaaaaa

            Dilihat dari pengertiannya Hutan adalah asosiasi flora dan fauna yang  di dominasi oleh tumbuhan berkayu yang dapat menciptakan iklim mikro didalamnya dan dapat mempengaruhi iklim makro disekitarnya.  Dapat dikatakan dikatakan juga di dalamnya terdapat komponen yang saling berinteraksi dan membentuk suatu sistem..
Jenis-Jenis Hutan di Indonesia

Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Iklim :
1.    Hutan Hujan Tropika, adalah hutan yang terdapat didaerah tropis dengan curah hujan sangat tinggi. Hutan jenis ini sangat kaya akan flora dan fauna. Di kawasan ini keanekaragaman tumbuh-tumbuhan sangat tinggi. Luas hutan hujan tropika di Indonesia lebih kurang 66 juta hektar Hutan hujan tropika berfungsi sebagai paru-paru dunia. Hutan hujan tropika terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
2.    Hutan Monsun, disebut juga hutan musim. Hutan monsun tumbuh didaerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi, tetapi mempunyai musim kemarau yang panjang. Pada musim kemarau, tumbuhan di hutan monsun biasanya menggugurkan daunnya. Hutan monsun biasanya mempunyai tumbuhan sejenis, misalnya hutan jati, hutan bambu, dan hutan kapuk. Hutan monsun banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Variasi Iklim, Jenis Tanah, dan Bentang Alam :
1.    Kelompok Hutan Tropika :
a.    Hutan Hujan Pegunungan Tinggi
b.    Hutan Hujan Pegunungan Rendah
c.    Hutan Tropika Dataran Rendah
d.    Hutan Subalpin
e.    Hutan Pantai
f.     Hutan Mangrove
g.    Hutan Rawa
h.    Hutan Kerangas
i.      Hutan Batu Kapur
j.      Hutan pada batu Ultra Basik
2.    Kelompok Hutan Monsun
a.    Hutan Monsun Gugur Daun
b.    Hutan Monsun yang Selalu Hijau (Evergren)
c.    Sabana
Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Terbentuknya
1.    Hutan alam, yaitu suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya. Hutan alam juga disebut hutan primer, yaitu hutan yang terbentuk tanpa campur tangan manusia.
2.    Hutan buatan disebut hutan tanaman, yaitu hutan yang terbentuk karena campur tangan manusia.
Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Statusnya
1.    Hutan negara, yaitu hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
2.    Hutan hak, yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hak atas tanah, misalnya hak milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), dan hak guna bangunan (HGB).
3.    Hutan adat, yaitu hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Jenis Tanamannya
1.    Hutan Homogen (Sejenis), yaitu hutan yang arealnya lebih dari 75 % ditutupi oleh satu jenis tumbuh-tumbuhan. Misalnya: hutan jati, hutan bambu, dan hutan pinus.
2.    Hutan Heterogen (Campuran), yaitu hutan yang terdiri atas bermacam-macam jenis tumbuhan.
Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Fungsinya
1.    Hutan Lindung
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.
2.    Hutan Konservasi.
Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas :
a.    Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru.
b.    Kawasan Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri atas taman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan taman wisata alam.
3.    Hutan Produksi
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi dibagi menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP), dan hutan produksi yang dapat dikonversikan (HPK).
Hasil-hasil hutan Indonesia dan Pemanfaatannya
Hutan di Indonesia memiliki tumbuhan yang beraneka ragam, terutama yang berbentuk pohon. Secara keseluruhan, di Indonesia terdapat + 40.000 jenis tumbuhan, 25.000 – 30.000jenis di antaranya adalah tumbuhan berbunga, yang merupakan 10 % dari seluruh tumbuhan berbunga di dunia. Kekayaan hutan yang melimpah ruah tersebut meberikan manfaat kepada penduduk Indonesiamaupun bangsa lain.
Beberapa contoh hasil hutan kayu :
1.    Kayu Agathis (Agathis alba)
2.    Kayu Bakau atau Mangrove (Rhizophora mucronata)
3.    Kayu Bangkirai (Hopea mengerawan)
4.    Kayu Benuang (Octomeles sumatrana)
5.    Kayu Duabanga (Duabanga moluccana)
6.    Kayu Jelutung (Dyera costulata)
7.    Kayu Kapur (Dryobalanops fusca)
8.    Kayu Kruing (Dipterocarpus indicus)
9.    Kayu Meranti (Shorea sp)
10. Kayu Nyatoh (Palaquium javense)
11. Kayu Ramjin (Gonystylus bancanus)
12. Kayu Jati (Tectona grandis)
13. Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri)
14. Kayu Sengon (Albizzia chinensis) dan lain sebagainya.
Beberapa contoh Hasil Hutan Non kayu :
1.    Rotan
2.    Damar
3.    Kapur Barus
4.    Kemenyan
5.    Gambir
6.    Kopal
7.    Kulit pohon Bakau
8.    Gondorukem
9.    Terpentin
10. Bambu
11. Sutra Alam
12. Minyak Kayu Putih
13. Madu
Pengolahan Hasil Hutan
Hal yang berkaitan dengan hasil hutan adalah kegiatan pengolahan hasil hutan, antara lain berupa industri penggergajian kayu. Industri penggergajian kayu terdapat di Samarinda, Balikpapan, Pontianak, dan Cepu (Jawa Tengah, untuk penggergajian kayu jati). Hasil dari industri ini berupa kayu gelondongan (log/bulat), kayu gergajian, dan kayu lapis untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Ekspor kayu gergajian dan kayu lapis terutama kenegara Jepang, Hongkong, Singapura, Amerika Serikat, dan Australia. Mulai Tahun 1985 pemerintah melarang ekspor kayu gelondongan dan mengubahnya menjadi ekspor kayu olahan, yaitu berupa kayu gergajian, kayu lapis, atau berupa barang jadi seperti mebel. Selain kayu gelondongan, yang terkena larangan ekspor adalah rotan asalan. Tujuan adannya larangan ekspor kayu gelondongan dan rotan asalan tersebut antara lain untuk membatasi eksploitasi yang berlebihan terhadap dua jenis komoditas tersebut dan untuk meningkatkan lapangan kerja di bidang industri perkayuan yang bersifat padat karya.
Faktor-faktor Pendorong Usaha Pengembangan Kehutanan di Indonesia
Faktor-faktor Pendorong Usaha Pengembangan Kehutanan di Indonesia di antaranya :
1.    Wilayah Indonesia berada di daerah beriklim tropis dengan curah hujan tinggi sepanjang tahun, sehingga Indonesia tidak pernah mengalami musim gugur seperti negara-negara beriklim subtropis dan sedang.
2.    Keadaan tanah di Indonesia sangat subur sehingga sangat baik bagi tumbuhnya berbagai jenis pohon dan tumbuh-tumbuhan lainnya.
3.    Tersedianya sumber daya hutan berpotensi dan belum termanfaatkan, yang secara geografis tersebar luas di sebagian besar wilayah Indonesia.
4.    Adanaya permintaan pasar terhadap hasil hutan indonesia, baik pasar dalam maupun luar negeri yang cenderung meningkat.
Faktor-Faktor Penghambat Usaha Pengembangan Kehutanan di Indonesia dan Cara Mengatasinya
Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan bidang kehutanan sebagai berikut :
1.    Berkurangnya areal hutan karena pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi. Hutan ditebang dan dijadikan kawasan permukiman penduduk, pertanian, dan perkebunan.
2.    Masih terdapat sistem pertanian ladang berpindah, terutama diluar Jawa.
3.    Terjadinya kebakaran hutan yang disebabkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
4.    Terjadinya penebangan liar dan pencurian kayu di hutan yang dapat merusak hutan dan keanekaragaman hayati.
5.    Usaha reboisasi dan penghijauan yang gagal dan kuurang berhasil karena kekurangan dana serta adanya gangguan alam, seperti musim kemarau yang panjang.
6.    Pengambilan hasil hutan yang tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah oleh pengusaha swasta pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan).
7.    Pengambilan kayu yang terus meningkat akibat kebutuhan kayu untuk pemukiman dan bahan baku industri.
Untuk mengatasi faktor-faktor penghambat dalam usaha pengembangan kehutanan di Indonesia sebagai berikut :
1.    Menggunakan sumber daya hutan sebaik-baiknya untuk peningkatan volume dan nilai ekspor, merangsang pertumbuhan industri hilir pengolahan hasil-hasil hutan serta mempertahankan kelestarian sumber daya hutan.
2.    Melakukan eksploitasi hasil hutan, terutama kayu, secara hati-hati. Perusahaan pemegang konsesi HPH diwajibkan memenuhi ketentuan sistem Tebang Pilih Tanaman Indonesia (TPTI).
3.    Pemegang HPH dikenakan iuran Dana Jaminan Reboisasi yang akan dipergunakan unruk mengutankan kembali areal bekas tebagan dan mempertahankan kondisi hutan sesuai keadaan semula.
4.    Memberikan dorongan kepada kalangan swasta agar berpartisipasi dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang di maksudkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri.
5.    Melarang penebangan hutan secara sembarangan.
6.    Memperketat penjagaan hutan dengan mempersiapkan polisi hutan, melindungi hutan dari pencurian kayu, dan penebangan liar.

PERHITUNGAN KANDUNGAN CARBO DAN CO2 PADA BATANG POHON

Posted: Selasa, 03 Mei 2011 by OMAH RIMBAWAN in
0

Hallo ketemu lagi di blog saya, semoga semua dalam keadaan baik-baik saya

Pada kesempatan kali ini saya berusaha untuk menjelaskan tentang perhitungan carbon dalam tumbuhan, seperti kita ketahui bersama timbuhan adalah salah satu mahluk hidup ciptaan tuhan yang dapat mengikat karbon. Akhir-akhir ini kita sering mendengar tentang karbon trade ( penjualan karbon), untuk mengetahui jumlah karbon yang di perjualbelikan, sudah semestiya kita harus tahu berapa kandungan karbo yang terdapat.

Contoh :
Diketahui 1 batang pohon diameternya 28 cm, tinggi 18 m dan bilangan bentuk (f) 0.7
Oke mari kita hitung kandungan karbon yang terdapat dalam batang pohon tersebut :
Langkah pertama
Kita terlebih dahulu harus menghitung luas bidang dasar (LBDS) yang di hitung dengan rumus :
LBDS = (¼*3,14*diameter2)/10000 =….. m2
= (1/4*3,14*282 )/10000
= 0.615 m2
Langkah kedua
Kita menghitung volume dating ponon tersebut dengan rumus
V         = LBDS * tinggi * bilangan bentuk = ….. m2
 V        = 0.615 * 18 * 0.7
= 7,75 m2


Langkah ke tiga
Menghitung kerapatan kayu, disini kita tidak usah susah-susah utuk menghitung karena kerapatan kayu = 0.65 dalam satuan gr/cm

Langkah keempat
Yaitu menghitung biomassa batng pohon tersebut dengan rumus
Ws      = Volume * Wooddensity
                                                 = 7,75 * 0.65
                                                 = 4.77 ton

Langkah kelima
Disini baru kita menghitung kandungan karbonnya, yaitu dengan rumus
 C         = 50 % * Ws
                                                = 50 % * 4.77
                                                = 2.38 ton
Langkah keenam
Kita juga dapat menghitung kandunga Co 2  dengan rumus
                         Co2    = C * 3.67
                                                = 2.38 *3.67
                                                 = 8.75 ton
HOree…

Mungkin sekian yang dapat  saya jelaskan dalam penghitungan caron dan co2 dalam tanaman, semoga bermanfaat 

Hijau Terus Hutan Indonesia

SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

Posted: Senin, 02 Mei 2011 by OMAH RIMBAWAN in
0

 Maraknya pembalakan liar di Indonesia mengakibatkan produk kayu asal Indonesia sulit diterima di pasar global. Untuk itu dibentuk suatu Sistim Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang akan memberikan keabsahan terhadap produk kayu asal Indonesia sehingga dapat diterima di pasar dunia, karena kayu yang bersertivikat adalah kayu legal

Taufiq Alimi, Direktur Eksekutif Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) mengatakan bahwa produk kayu asal Indonesia sulit masuk ke negara-negara pengimpor kayu seperti Jepang, Amerika, Mexico, dan negara-negara Eropa. Mereka mengganggap kayu-kayu Indonesia dari penebangan liar. Biar bisa masuk produk kayu Indonesia diberi label dari negara lain seperti Vietnam.
Oleh karena itu diperlukan suatu lembaga yang efisien, kredibel, dan adil yang dapat meyakinkan negara pengimpor bahwa Indonesia dapat menghasilkan produk kayu legal. Nantinya akan jelas bahwa produk yang tidak berlabel SLVK asal Indonesia adalah barang haram dan itu akan menguntungkan pengusaha. Ia mengatakan dengan penerapan standar legalitas diharapkan berbagai pungutan liar terhadap pengusaha bisa dihilangkan sehingga produksi bisa lebih efisien. Selain itu nantinya akan ada pengawasan secara terus menerus dari masyarakat sipil terhadap pelaksanaan verifikasi legalitas.
Senada dengan Taufiq, Direktur Jendral Bina Produksi Departemen Kehutanan, Dr. Ir. Hadi S. Pasaribu mengatakan dengan adanya lembaga yang memberikan legalitas dapat menghilangkan keraguan negara pengimpor terhadap produk kayu asal Indonesia. Setiap negara mempunya i standar aturan masing-masing dan mereka hanya menerima kayu yang legal atau berasal dari hutan yang dkelola secara lestari, ujarnya.
Hadi yang juga wakil ketua Pengarahan Nasional Pengembangan Kelembagaan SVLK menambahkan dengan adanya SVLK tersebut diharapkan akan mengurangi kerusakan hutan dari pembalakan liar. “Kita berharap lembaga ini sudah terbentuk akhir tahun ini sehingga tahun depan sudah bisa berjalan,” tambahnya.
Sedangkan Robianto Koestomo dari Asosiasi Panel kayu Indonesia be rharap lembaga ini nantinya tidak menambah birokrasi dan biaya sehingga tidak mengganggu dunia usaha. “Intinya kita mengapresiasi lembaga ini,” ujarnya.
Pembentukan standar legalitas kayu tersebut bermula dari MoU antara pemerintah Indonesia dan Inggris pada 9 Agustus 2002 untuk mengatasi pembalaka n liar dimana didalamnya ada rencana kegiatan mengembangkan standar legalitas kayu di Indonesia. Proses penyusunan berlangsung melalui banyak tahap dan melibatkan banyak pihak antara lai LEI, Telapak, AMAN, Depertemen Kehutanan, BRIK, dan APHI.
Sistem verifikasi legalitas kayu terdiri dari komponen standar, kelembagaan dan prosedur. Sistem verifikasi legalitas kayu merupakan alat dan mekanisme untuk melakukan verifikasi atas k e a b s a h a n kayu yang diperdagangkan atau dipindahtangankan berdasarkan pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan Pengembangan dan Perumusan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu adalah untuk membangun suatu alat verifikasi legalitas yang kredibel, efisien dan adil sebagai salah satu upaya mengatasi persoalan pembalakan liar.
Proses pendefinisian standar legalitas kayu, pengembangan kelembagaan dan sistem verifikasinya telah dimulai sejak tahun 2003, proses ini dilandasi oleh MoU Indonesia – Inggris dalam penanganan masalah illegal logging di Indonesia. The Nature Conservancy (TNC) memimpin pelaksanaan pekerjaan ini dan telah melakukan beberapa workshop multipihak termasuk ujicoba lapangan. Hasil proses ini adalah draft standar legalitas yang terdiri dari prinsip, kriteria, indikator dan panduan verifikasinya, yang selanjutnya disebut dengan Draft Standar Legalitas Kayu versi 1.0. Mencakup pedoman umum mengenai Kelembagaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu, mencakup Lembaga Verifikasi, Lembaga Penyelesaian Keberatan, Pemantau Independen hingga Pedoman Umum Badan Pelaksana. Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Sistem verifikasi legalitas kayu dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia.
Pengembangan kelembagaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) perlu dukungan dari para pemangku kepentingan bidang kehutanan dan sektor terkait sehingga keinginan untuk pengelolaan hutan lestari dapat dicapai.

DILEMA PINUS SEBAGAI FAKTOR YANG MENGURANGI KANDUNGAN AIR TANAH

Posted: Sabtu, 30 April 2011 by OMAH RIMBAWAN in
5

      Sekilas asal mula saya mengangkat topik ini kedalam blog saya dimulai dari niat dari teman-teman KMMH (Keluarga Mahasiswa Manajemen Hutan) fakultas kehutanan ugm yang akan melakukan penanaman kembali di daerah Deles Klaten pasca erupsi merapi,, 
      Sebelum memastikan jenis species apa yang akan kami tanam, terlebih dahulu kami melakukan semacam rapat kecil dengan pengurus desa. Rapat kami laksanakan di pagi hari ditemani kopi dan pisang goreng (hahaha Gratis). Setelah sekian menit rapat berlangsung saya dikagetkan dengan salah satu masukan dari perangkat desa,  bedini katanya, "Dik kami sangat bertrimakasi atas niat baik adik-adik yang ingin melakukan reboisasi di daerah kami, tetapi utuk jenis tanaman yang akan ditanam kami sangat menolak utuk di tanami pinus, karena dapat mengurangi air tanah di desa kami." wow spektauler sekali pendapat dari salah satu bapak tersebut, karena menurut pengamatan kami di lapangan di daerah tersebut, sebelum erupsi merapi desa tersebut sudah ditumbuhi oleh pinus-pinus yang besar-besar. Tanpa pikir panjang saya bertanya kepada bapak tersebut. Terus, jenis tanaman apa yang bapak-bapak inginkan ?? dan bapakpun menjawab, Dik, gimana kalau kami di beri tanaman jabon saja?? oke dan kamipun menyanggupinya.

Yup demikian sekilas mengapa muncul pertanyaan dibenak saya APAKAH BENAR PINUS DAPAT MENGURANGI KANDUNGAN AIR DALAM TANAH DAN DAPAT MENYEBABKAN KEKERINGAN ?? Pertanyaan yang sangat saya sulit utuk jawab, menurut komentar dosen dan alumni bahwa pernyataan tersebut tidaklah tepat. oke saya menjadi nambah bingung?><:!@#$%$#@! malah menimbulkan pertanyaan baru, APAKAH JABON MEMILIKI NILAI EKONOMI YANG CUKUP TINGGI ? SEHINGGA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN LEBIH CENDERUNG MEMILIH JABON ??

Disini saya akan berusaha menjawab kebingungan saya..

Tanaman Pinus merkusii.
Penanaman Pinus khususnya di Pulau Jawa dimulai pada tahun 70 an dan pada mulanya ditujukan untuk mereboisasi tanah kosong disamping sebagai persiapan memenuhi pasokan kebutuhan bahan baku kayu untuk industri kertas. Dalam perkembangannya kemudian timbul upaya untuk mendapatkan hasil antara yaitu getahnya yang diolah menjadi gondorukem dan terpentin sebagai bahan baku industri cat, kimia, kosmetik dll. yang sebagian besar untuk kepentingan ekspor. Dewasa ini getah pinus dapat diolah di Pabrik Gondorukem dan Terpentin(PGT) milik Perum Perhutani maupun perusahaan swasta lainnya.
Tujuan semula untuk mendapatkan bahan baku untuk kertas menjadi semakin jauh karena ternyata pada akhirnya pemanfaatan kayu Pinus untuk perkakas semakin diminati masyarakat terutama untuk pembuatan box, furniture, korekapi, hiasan dinding dan peralatan rumah tangga.Hal ini dimungkinkan karena ternyata kayu pinus mempunyai penampilan yang menarik.Tekstur dan Struktur kayu pinus.Tanaman Pinus di Pulau Jawa didominasi oleh jenisPinus merkusii Jungh et de Vriese.Menurut Agus Hermansyah (1980) sistimatika tanaman Pinus merkusii dapat diuraikan sebagaiberikut 

Divisi :Spermatophyta
Sub Divisi : Gymnospermae
Class :Coniferae.
Ordo :Pinales.
Familia :Pinaceae.
Genus :Pinus
Species :Pinus merkusii Jung et de Vriese.
Pada umumnya pohon pinus dapat mempunyai ukuran raksasa dengan tinggi 30 – 40 M atau lebih. , Panjang batang bebas cabang 2 – 23 meter, diameter dapat dicapai sampai 100cm, dan tidak berbanir.Kulit luar kasar, berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas, beralur lebar dan dalamTajuk berbentuk kerucut serta daunnya merupakan daun jarum. Daun jarum mulai gugur setelah berumur kira-kira satu setengah tahun dan selanjutnya pengguguran ini berlangsung terus, tetapi karena musin gugur  tidak nyata, pohon pinus tidak pernah gundul. Pinus merkusii adalah satu-satunya jenis famili Pinaceae yang tumbuh secara alami di Indonesia. Daerah penyebarannya meliputi Burma, Laos, Thailand, Kamboja,Vietnam, Philippina dan Indonesia (Soekotjo, 1975).Persyaratan tumbuhnya relatif mudah, dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir dan tanah berbatu,tetapi tidak dapat tumbuh pada tanah yang becek. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering dengan tipe hujanA sampai C, pada ketinggian 200 – 1700 m dpl., kadang-kadang tumbuh di bawah ketinggian 200 m dpl dan mendekati daerah pantai.

SIKLUS AIR
Siklus air atau siklus hidrologi adalah pergerakan air dari atmosfir ke bumi sampai kembali lagi ke atmosfir, sedangkan hidrologi hutan menaruh perhatian pada pergerakan air melalui landskap berhutan. Keseimbangan air dalam tegakan hutan tergantung pada presipitasi (curah hujan), intersepsi, limpasan permukaan, dan evaporasi. Selain curah hujan, semua proses lainnya sangat dipengaruhi oleh kondisi tegakan (populasipohon) meliputi kerapatan, struktur tegakan, dan arsitektur kanopi (Landsberg dan Gower, 1997).  Maka tampaklah bahwa hutan merupakan bagian dari proses siklusair. Perlu disadari pula bahwa vegetasi hutan bersifat dinamisyang berarti akan berubah dari musim ke musim. Sebaga ibagian dari proses yang bersifat dinamis, maka hutan tanaman pinus akan mempunyai peran terhadap pengendalian daur air. Peran Hutan tanaman Pinus pada proses siklus air tergantungp ada beberapa parameter
Watak tanaman pinus akan mempengaruhi jalannya air dari hujan ke permukaan tanaman sampai ke dalam tanah sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada siklus air secara keseluruhan. Pengaruh hutan tanaman pinus secara umum dapat dipilah-pilah berdasarkan beberapa parameter hidrologi,antara lain:
·         Penyerapan oleh tajuk pohon (intersepsi), air tembus dari tajuk (through flow) dan   aliran air lewat batang tanaman (stemflow).
·         Perubahan lengas tanah dan penambahan air tanah
·         Perubahan sifat fisik tanah
·         Perubahan watak aliran sungai

 Penanaman
Penanaman tanaman pinus yang dilakukan di areal hutan pada umumnya  dilaksanakan dengan dua pendekatan yaitu secara tumpang sari dengan tanaman pangan dan dengan banjar harian. Sementara ini penanaman tanaman pinus dilahan milik untuk hutan rakyat sangat sedikit dilakukan. Tentang penentuan tempat dimana tanaman pinus dapat dilaksanakan tanpa menimbulkan masalah kekeringan dapat dilakukan dengan analisis neraca air Pada prinsipnya tanaman pinus dapat ditanam padalokasi dengan curah hujan > 2000 mm/tahun. Apabila diinginkan penanaman pinus pada areal dengan curah hujan1500-2000 mm/tahun diperlukan pencampuran dengan tanaman lain yang bersifat menggugurkan daun. Pencampuran tanaman pinus dengan tanaman lain ini tidak berarti meniadakan pola penanaman dengan kombinasi tanaman sela,tanaman pengisi, tanaman tepi dan tanaman pagar Pola tanam itu tetap dilaksanakan tetapi tanaman pokoknya dikurangi dan ditambah tanaman pokok jenis lain. Sementara itu teknik silvikultur dengan penjarangan sesuai dengan frekwensi juga direkomendasikan sampai dengan akhir daur.Pada lokasi dengan curah hujan < 1500 mm/tahun disarankan untuk tidak ditanamai dengan tanaman pinus. Penanaman kembali hutan pinus tahun berikutnya setelah penebangan merupakan bagian dari system peremajaan hutan pinus. Mengacu pada sistem penanaman tanaman pinus diareal hutan, maka telah dilakukan beberapa penelitian besarnya erosi di areal penanaman pinus dengan tumpang sari dandengan banjar harian. Pengaruh penanaman hutan pinus

Pemeliharaan.
 Telah terbukti bahawa tanaman pinus memang mengkonsumsi air yang banyak untuk keperluan evapotranspirasi dan akibat intersepsi tajuknya.Dalam kontekshutan pinus kehilangan air ini masih ditambah lagi dengan besarnya limpasan permukaan. Dengan demikian maka pada tahap pemeliharaan hutan pinus perlu dilakukan upaya mengurangi kehilangan air karena evapotranspirasi dan intersepsi. Upaya lain yang dapat dipikirkan untuk konservasiair pada hutan pinus adalah memperkecil laju limpasan permukaan dan memungkinkan air masuk ke dalam profil tanah.

Penebangan
Penebangan pohon pinus merupakan salah satu bagiandari proses produksi yang dilakukan di hutan pinus. Pada saat itu kawasan hutan pinus yang pada umumnya terletak didataran tinggi dengan kelerengan yang terjal akan merupakan daerah yang rawan terhadap degradasi. Mengingat bahwa pinus selain digunakan untuk produksi kayu juga dimanfaatkan sebagai pelindung tanah maka penebangan hutan pinus disamping memberikan produksi kayu juga menimbulkan dampak yang berupa degradasi lahan melalui proses erosi tanah.
Keluhan tentang degradasi lahan di areal hutan pinus akhir-akhir ini muncul bersamaan dengan adanya penebangan hutan pinus di beberapa daerah yang menimbulkan erosi tanah. Penebangan hutan pinus memang berarti penghilangan penutupan lahan oleh tajuk tanaman sehingga dapat meningkatkan resiko erosi tanah. Penanaman kembali akan memperkecil resiko tersebut, tetapi tetap dibutuhkan waktu sampai tanaman berfungsi penuh untuk melindungi lahan daripukulan air hujan. Di lain pihak juga diperlukan alternatif pola penebangan agar resiko degradasi lahan diperkecil tanpa mengurangi tujuan penebangan.
Dengan informasi yang lengkap diharapkan dapat memberikan pertimbangan yang utuh tentang kebijakan selanjutnya yang berkaitan dengan pengelolaan hutan pinus dan kebijakan publik dalam menyikapi keberadaan hutan pinus. Informasi yang lengkap tanpa ditindak lanjuti dengan kebijakan yang jelas hanya akan menghasilkan suatu buku yang tak pernah bisa dirasakan manfaatnya.Kebijakan yang jelas tanpa implementasi lapangan yang konsistenjuga akan memberikan gambaran kesenjangan antara konsep dan kenyataan.Oleh karena itu diharapkan adanya konsistensi antara kebijakan yang didasaripada hasil litbang dan implementasi yang konsisten terhadap kebijakan yang telah digariskan.Dengan alur mulai dari hasil litbang-kebijakan-implementasiyang konsisten, diharapkan dapat mendapatkan bentuk pengelolaan hutantanaman pinus yang dapat menguntungkan secara ekonomis dan dapat berfungsi ekologis.

Menurut saya tanaman pinus tidak akan berpengaruh terhadap kekeringan lahan dengan catatan di tanam dan di perlakukan dengan sesuai, selain itu banyak faktor yang dapat mengurangi ketersediaan air dalam tanah seperti pemanasan global. kemiringan lahan, penutupan permukaan tanah dll



ANALISIS KEBIJAKAN PADA HUTAN RAKYAT

Posted: Jumat, 29 April 2011 by OMAH RIMBAWAN in
0

Seperti biasa semester baru tidak bisa lepas dari matakuliah baru,, yup di semester 6 ini saya mendapat matakuliah baru salah satunya analisis kebijakan kehutanan,, sulit,, bingung,, buat puyengg

haahahaha mengesampingkan semua itu kali ini saya akan menganalisis kebijakan pada hutan rakyat di indonesia (semoga benar)

sering kali kita mendengar statmen seperti ini :,

"Kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat ini terkait dengan kebijakan Pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan (pro-poor), menciptakan lapangan kerja baru (pro-job) dan memperbaiki kualitas pertumbuhan melalui investasi yang proporsional antar pelaku ekonomi (pro-growth)"

APAKAH SEMUA ITU BENAR DAN EFEKTIF ?
APAKAH MASYARAKAT DIUNTUNGKAN ?
ATAU ADA PIHAK LAIN YANG MENCARI UNTUNG ?

Dalam hal pembangunan hutan rakyat adapun konsep yang di tetapka seperti :
Konsep pemberian akses yang lebih luas kepada masyarakat dalam pembangunan hutan tanaman, disusun dari proses pembelajaran Departemen Kehutanan atas program maupun proyek Pemberdayaan Masyakat yang selama ini ada, misalnya program Bina Desa, program kemitraan seperti Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)/Mengelola Hutan Bersama Masyarakat (MHBM)/Hutan Rakyat Pola Kemitraan (HRPK) oleh HPH/IUPHHK-HA/HT, proyek-proyek kerjasama teknik luar negeri seperti Social Forestry Dephut-GTZ di Sanggau Kalimantan Barat, Multistakeholders Forestry Programme Dephut-DFID dan beberapa proyek pemberdayaan masyarakat yang ada di Departemen Kehutanan. Hasil pembelajaran tersebut memberikan kerangka filosofis atas pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk mengatasi kemiskinan melalui pemberian akses yang lebih luas ke hukum (legalitas), ke lembaga keuangan dan ke pasar. Selain kerangka filosofisnya, diperoleh pula prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat (the principles) yaitu :

A.

Prinsip pertama adalah masyarakat mengorganisasikan dirinya berdasarkan kebutuhannya (people organized themselves based on their necessity) yang berarti pemberdayaan hutan beserta masyarakatnya ini bukan digerakkan oleh proyek ataupun bantuan luar negeri karena kedua hal tersebut tidak akan membuat masyarakat mandiri dan hanya membuat “kebergantungan” masyarakat.

B.

Prinsip kedua adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat harus bersifat padat karya (labor-intensive) sehingga kegiatan ini tidak mudah ditunggangi pemodal (cukong) yang tidak bertanggung jawab.

C.

Prinsip ketiga adalah Pemerintah memberikan pengakuan/rekognisi dengan memberikan aspek legal sehingga kegiatan masyarakat yang tadinya informal di sektor kehutanan dapat masuk ke sektor formal ekonomi kehutanan/ekonomi lokal, nasional dan global sehingga bebas dari pemerasan oknum birokrasi dan premanisme pasar.

Ketiga prinsip di atas dikonsepkan dan diimplementasikan dalam pembangunan HTR dimana masyarakat akan menjadi ”owner” 



Pola pengembangan HTR direncanakan mengikuti 3 pola, yaitu  :
1. Pola Mandiri,
2. Pola Kemitraan dengan HTI BUMN/S, dan
3.Pola Developer. Pengertian dari masing-masing pola adalah sebagai berikut:

1.Pola Mandiri

Masyarakat Setempat membentuk kelompok, Pemerintah mengalokasikan areal dan SK IUPHHK-HTR untuk setiap individu dalam kelompok dan masing-masing ketua kelompok bertanggung jawab atas pelaksanaan HTR, pengajuan dan pengembalian kredit, pasar, dan pendampingan dari pemerintah/Pemda.

2. Pola Kemitraan dengan HTI BUMN/S

Masyarakat setempat membentuk kelompok diajukan oleh Bupati ke Menhut. Pemerintah menerbitkan SKIUPHHK-HTR ke individu dan menetapkan mitra. Mitra bertanggung jawab atas pendampingan, input/modal, pelatihan dan pasar.

3. Pola Developer

BUMN/S sebagai developer membangun hutan tanaman rakyat dan selanjutnya diserahkan oleh Pemerintah kepada masyarakat sebagai pemegang IUPHHK-HTR yang selanjutnya biaya pembangunannya diperhitungkan sebagai pinjaman pemegang IUPHHK-HTR dan dikembalikan secara bertahap sesuai akad kredit.

Dilihart dari segi keuntungan yang di dapat oleh masyarakat, teryata sudah lebih dari cukup,dapat dikatakan bahwa pembangunan hutan rakyat sangat-sangat dapat membantu masyarakat sekitar dari segi ekonomi, tetapi darisegi ekologi hutan rakyat juga berperan sangat penting untuk menjaga kestabilan lahan